Tiga Belas Jalan

althofalka
4 min readOct 30, 2021

--

“Aku harap, kamu tahu tempatmu berada dan tujuanmu saat ini.”

Kita bertemu tanpa sengaja di sebuah halte. Kamu mengenakan sepotong gaun berbahan sajak dan menggandeng seorang gadis kecil berkuncir dua. Ketika kutanya namanya, “Dua hari lagi usianya genap empat tahun”, hanya itu jawabmu.

Menunggu memang melelahkan, pun hal itu disadari oleh tukang ojek pangkalan yang biasa menawari jasanya pada penumpang yang baru turun dari bus. Terkadang, kamu akan mendapati mereka menawarimu untuk berteduh. Kamu boleh langsung berlari ke arahnya, terutama bila masa lalu turun dengan deras dan menghujani hatimu. aku akan meraih tangan gadis kecil itu dan mengikutimu dari belakang.

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Satu.

Menaiki bus dari Jalan Jatinangor, tampak lengang kala itu, tak banyak orang yang berpindah. Kamu boleh memilih kursi manapun yang kamu inginkan, pun bila kamu ingin mengikuti pilihan gadis kecil berkuncir dua sebelum ia merengek dan memaksamu. Kamu dapat memangkunya sementara aku duduk di sebelahmu.

Dua.

Seorang pengamen akan mendendangkan lagu rindu di sepanjang Jalan Sindangsari, dengan lirik yang memaksa dan mendorongmu ke belakang saat bus melaju ke depan. Kamu melihat gadis cilik yang sedari tadi tenang kini dengan antusias mendengarkan dan menerka akhir dari tiap bait yang dinyanyikan, seakan diimingi kesenangan. Kamu boleh membiarkannya mendekati pengamen itu dan merekamnya saat menari mengiringi petikan gitar bodol yang nadanya terlewat fals.

Tiga.

Sesampainya di Jalan Tol Purbaleunyi, kamu boleh meminta sang supir untuk mengiringi pengamen tadi, sedang aku menggantikannya mengemudi. Walaupun kita pergi ke kota dan hari ini bukan hari minggu, kamu boleh duduk di muka dan melihatku bekerja agar semua yang kita lalui baik jalannya.

Empat.

Seorang penjual Tahu Sumedang memasuki bus pada saat kita tiba di Jalan Moh Toha, ia mengenakan setumpuk keranjang anyaman di kepalanya, kuhitung sama banyaknya dengan jumlah mulut yang harus ia beri makan. Kamu boleh membeli sekeranjang tahu dan meminta bonus cabai darinya serta mengatakan kalau kamu memang suka pedas. Aku akan memakan tahu dengan cabai sedang kamu akan memakan cabai dengan tahu.

Sementara itu, gadis kecil itu terlihat sibuk mencari perhatianmu yang sedang makan. Ia seperti muncul di mana-mana, di kolong kursi, bergelantungan di handlegrip, di telinga kanan dan kirimu, meneriakkan semua yang telah terjadi dalam umpatan-umpatan penyesalan, hingga kamu mengajaknya bicara dan tak abai akan kehadirannya. Ia tidak lapar, namun ia haus akan perhatian.

Lima.

Kamu melihat dan menunjuk sebuah papan iklan beraneka corak di Jalan BKR, berusaha mengalihkan perhatian gadis kecil tadi dengan warna merah dan kuning cerah yang disukainya dulu:

“RUANG HATI UNTUK DISEWAKAN, HUBUNGI XXX-XXX-XXX-XXX”

Bila gadis kecil itu meronta, tertawa dan menangis dalam waktu yang bersamaan; kamu boleh memukul, menampar, memarahi, dan memintanya untuk tidak mengganggu. Apapun itu. Tak ada yang ingin diganggu olehnya, termasuk aku.

Enam.

Pada saat macet terjadi di Jalan Pelajar Pejuang 45, akhirnya gadis kecil itu tertidur kelelahan. Bila kamu lelah, kamu boleh menyandarkan kepalamu di bahuku. Mungkin akan sedikit tidak nyaman, tapi kamu harus menyadari bahwa bahuku mungkin tidak diciptakan untuk terasa nyaman bagi semua orang.

Tujuh.

Bila di jalan Laswi seorang pencopet datang merogoh saku dan hatimu, kamu boleh memberikan sepenuhnya padanya. Walaupun gadis kecil itu merengek dan tak membiarkanmu, kesalahan tetap ada padaku yang menjaga dan mencintaimu setengah-setengah.

Delapan.

Saat kamu bosan di sepanjang Jalan Sukabumi, kamu boleh menyetel lagu lewat ponselmu dan berbagi pendengaran denganku, sembari menghitung jauhnya dirimu melangkah tanpa ada gangguan dari gadis kecil itu.

Sembilan.

Masalahmu mungkin akan terus berdering saat kita melewati Jalan RE Martadinata, sesekali kamu boleh mengangkat dan menangis tiap kali mengingat apa yang diucapkannya. Aku tetap di sampingmu.

Sepuluh.

Bila ada banyak penumpang yang akan naik pada saat kita melewati Jalan Supratman, aku akan berdiri dan membiarkan yang lain duduk. Kamu boleh menemaniku berdiri asalkan kamu tidak khawatir bila gadis kecil itu tiba-tiba menghilang.

Sebelas.

Di jalan Diponegoro, kita akan menjumpai Taman Lansia. kamu akan menemukan Aan Mansyur bersama istrinya tengah membacakan sajak-sajak cinta kepada seorang tua yang ditinggal sibuk mengejar diri dan melupakan yang lain. Kamu boleh mengajakku untuk melakukan hal yang sama pada saatmu berulang tahun.

Tapi bila boleh jujur, aku memilih untuk membawamu menjadi dewasa dan mengunjungi salah satu panti asuhan di dekatnya. Di sana, aku akan mengajakmu menyanyikan lagu riang bersama mereka yang katanya tidak diinginkan, dengan rasa sedih yang nyatanya lebih peduli daripada orangtuanya. Hingga aku dan kamu bisa merasakan hangatnya dunia yang dingin ini.

Kamu juga boleh meninggalkan gadis kecil itu di sana, tapi kamu tak sampai hati melakukannya.

Duabelas.

Melewati jalan Surapati yang rusak, di bangku belakang aku melihat sesosok malaikat yang baru pulang kerja sedang kebingungan memandangi buku catatannya yang penuh coretan, tak tahu bagaimana menghapusnya. Disampingnya, setan sedang tertidur pulas bersandar pada bahunya, sesekali terlonjak-lonjak tiap kali suspensi bus tak kuat menghadapi kubangan masa lalu yang dibiarkan dan tak dilupakan hingga ke masa depan. Ia bisa saja menggulingkan bus ini dengan satu jari, namun ia lebih memilih menyikut malaikat disebelahnya agar tulisannya tak pernah selesai.

Tak pula nampak keinginannya untuk menghasut kita berdua, mungkin ia menganggap kita sudah cukup dewasa dan bisa melakukan kemaksiatan tanpa ia arahkan. Kamu boleh membandingkan mereka berdua. Katamu dua hal yang bersebelahan lebih cocok untuk dibandingkan daripada disandingkan.

Dan, kali ini gadis kecil itu benar-benar menghilang.

Tigabelas.

Kita turun di pemberhentian terakhir, Jalan Dipatiukur. Aku ingin mengajakmu keluar dan menjelajah dunia yang baru, berdua saja. Namun kamu menangis, mencari gadis kecil yang hilang sejak tadi, bersikeras tak ingin meninggalkannya. Kamu boleh mencarinya, tapi izinkan aku untuk membantu meneriakkan namanya. Bila tidak, aku akan menemanimu sampai kita menemukannya.

Tak lama, ia ditemukan di kolong bus, menangis dalam kondisi tergantung di as roda. Kau memeluknya dan berjanji tak akan melepaskan tangannya lagi. Aku menanyakan namanya untuk terakhir kalinya.

Kamu menjawab, “Namanya Kenangan, dan aku telah memutuskan untuk merawatnya tanpa seorang ayah.”

Bila hidup mengizinkan, Tuhan akan melihat kita menyusuri tiga belas jalan ini. Namun ternyata, kamu tak tahu bedanya di sini dan di sana, karena kamu sendiri pun tak tahu kamu berada di mana.

Jadi kamu memutuskan untuk pergi, begitu saja.

Ya, begitu saja.

--

--

althofalka
althofalka

Written by althofalka

makhluk hidup berbasis suasana hati. menulis saat merindukan rumah yang tak pernah bisa didatangi lagi.

No responses yet